![]() | |||
Teacher's Diary |
Sebelum masuk ke reiview filmnya, ada satu hal yang pembaca harus tau tentang bagaimana Thailand Menghargai Seorang Guru.
Di Thailand, ada sebuah budaya yang dikenal dengan “Wai Khru” atau “Menghormati Guru”. “Wai” sendiri memiliki makna “memberi salam” / menghormati lawan bicara mereka.
Biasanya, mereka melakukannya dengan mengatupkan dua telapak tangan mereka untuk memberi hormat kepada lawan bicara mereka. Acara ini biasanya dilaksanakan di awal tahun akademik. Biasanya Wai Khru dilaksanakan pada hari Kamis di bulan Juni. Budaya ini terus dilaksanakan dan dimasukkan dalam kultur pendidikan dasar sampai dengan menengah atas. Selain karena alasan religi, menghormati guru adalah hal yang lumrah dan sudah seharusnya karena guru adalah salah satu unsur yang memberi warna dan arah dalam kehidupan masyarakat Thai. Demikian mereka memberi alasan, mengapa profesi guru sangat mereka hormati.
Untuk diketahui bersama bahwa di Thailand tidak ada program sertifikasi guru sebagaimana di Indonesia, tidak ada spesialisasi guru SD, SMP dan atau SMA/SMK. Kalau memang diperlukan maka seorang dosen pun dapat ditugaskan untuk menjadi guru taman kanak dan siapapun harus siap dengan hal tersebut. Meski dosen tersebut sudah berpendidikan S-3 dan meraih Ph.D diluar negeri, tetap saja diberlakukan aturan yang sama tanpa perkecualian.Hingga dapat disimpulkan bahwa profesi guru di Thailand merupakan totalitas diri individu untuk mengabdi, mendidik dan membelajarkan siswa dengan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang baik, tidak peduli dijenjang mana ia mengajar.
Sumber: https://www.facebook.com/notes/hafis-muaddab/khru-ann-teachers-diary-penghargaan-guru-di-thailand/10152277543168857/
![]() |
Teacher's Diary |
Singkat cerita, tahun 2012, ada seorang pria mantan atlet gulat bernama Song yang meninggalkan profesinya sebagai atlet dan melamar pekerjaan menjadi guru. Karena semua lowongan guru di sekolah biasa sudah penuh, dia diberi tawaran untuk menjadi guru di sekolah terapung dengan murid hanya empat orang.
Pada masa awal dia menjadi seorang guru di sana dia merasa stress, karena dia tidak memiliki background seorang pendidik sehingga dia tidak tahu bagaimana cara menghadapi empat murid itu. Murid-murid itu memiliki tingkah laku yang aneh dan dia bingung harus mengajar dengan cara seperti apa supaya mereka paham. Sampai pada akhirnya, secara tidak sengaja dia menemukan buku diary milik seorang guru yang sebelumnya sempat mengajar di sekolah tersebut, bernama Ann. Dalam buku itu ditulis dengan jelas, apa aja yang Ann lakukan selama mengajar di sana. Suka dukanya bagaimana, frustasinya dia bagaimana ketika harus bertahan di sekolah terapung yang bahkan listrik pun tidak ada. Dan entah kenapa, hanya dengan membaca tulisan Ann di buku diarynya, seperti membimbing Song untuk melewati masa-masa sulit selama mengajar di sana.
Melalui film ini kita bisa melihat bagaimana dua guru melewati saat krisis dan berada pada titik kejenuhan dari menjalankan profesi guru dengan anak-anak yang cukup terbelakang. Ketika ada krisis, Khru Ann, ia melompat tepat ke tengah danau, meskipun dia tidak bisa berenang. Melihat bahwa terkadang sosok guru tidak harus ideal, Khru Ann mewakili guru yang lebih baik - yang lebih cerdas dan lebih terampil. Sementara itu, Song harus mengajar dengan caranya sendiri yang sangat berbeda dengan Ann, secara pribadi sebelum mempresentasikannya di hadapan anak-anak. Tapi dedikasi Song menghangatkan hati dan mampu mengemban tugas sebagai guru serta dicintai anak-anak.
Song menghadapi masalah-masalah yang terjadi di sekolah apung itu sendirian. Ia kembali membangun kembali sekolah apung tersebut bersama para muridnya, sekolah yang rusak akibat hantaman badai kencang. Song juga kembali memperbaiki diary yan
g rusak dan basah akibat terendam air. Sekuat tenaga ia berusaha agar diary
tersebut bisa ia gunakan sebagai pedoman dalam menghadapi anak-anak.
Bukan hanya itu, Song juga melacak anak-anak yang sempat memutuskan
untuk berhenti sekolah dan membujuk mereka agar kembali bersekolah.
Tanpa Song, sekolah kemungkinan tidak akan bertahan.Dia
menghadapi krisis sendiri, dan membangun kembali semuanya, bahkan buku
harian itu sendiri. Dia melacak siswa yang dulu sempat keluar sekolah
dan membujuk anak itu untuk kembali ke sekolah. Tanpa Song, sekolah
kemungkinan tidak akan bertahan.
Jadi bisa disimpulkan, bahwa menjadi seorang guru tidak hanya harus menguasai materi semata. Namun, selain itu harus bisa membangun mental anak-anak agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Karena kelak, yang akan membangun generasi masa depan adalah anak-anak dengan pribadi yang baik dan kuat yang akan mengambil peran dalam masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar